PEMERINTAH SEBAGAI INVESTOR BESAR
PEMERINTAH SEBAGAI INVESTOR BESAR
BAGIAN KE II
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Ekonomi Makro Islam
Dosen Pengampu : Arsyil Azwar Senja,
L.C.,M.E.I.

Disusun oleh:
1. M. Khafabi (63020160085)
2. Arif Budi S (63020160088)
3. Norma Susanti (63020160090)
4. Ana
Nur Janah (63020160093)
PRODI EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI BISNIS
ISLAM (FEBI)
INSTITUT AGAMA ISLAM
NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2018
KATA PENGANTAR
Assallamualaikum
warahmattullahi wabarokatuh....
Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wata’ ala, karena
berkat rahmat-Nya kami bisa menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Filsafat
Ilmu dengan tema Pemerintah Sebagai Investor Besar. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah
Ekonomi Makro Islam.
Kami mengucapkan
terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kami mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini
memberikan informasi bagi pembaca,
mahasiswa dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu
pengetahuan bagi kita semua.
Amin ya robbal alamin..
Wassalamu’alaikum
warahmatullahi wabarokatuh...
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Baitul Mal mempunyai peranan besar dalam perekonomian dan layanan
publik. Analisis pengeluaran Baitul Mal memperlihatkan begaimana sektor layanan
publik memiliki peran aktif dalam ekonomi pada masa awal pemerintahan islam.
Salah satu praktek kebijakan publik dari sisi pengeluaran (goverment
expenditure) pada zaman Rasulullah saw, dan khulafa ar-Rasyidin adalah
pengeluaran investasi untuk pembangunan infrastruktur yang akan mendukung
aktivitas-aktivitas tersebut. Pada makalah ini kami akan membahas mengenai
peran pemerintah sebgai investor besar sebagai praktik kebijakan publik dari
sisi pengeluaran.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana Keseimbangan
PDB dan Tingkat Harga dalam Jangka Pendek.
2.
Bagaimana
Ekspansi Fiskal dan PDB Potensial.
3.
Bagaimana
Fungsi Investasi.
4.
Bagaimana
Pembangunan Infrastruktur.
C. Tujuan
1.
Untuk
mengetahui Keseimbangan PDB dan Tingkat Harga dalam Jangka Pendek.
2.
Untuk
mengetahui Ekspansi Fiskal dan PDB Potensial.
3.
Untuk
mengetahui Fungsi Investasi.
4.
Untuk
mengetahui Pembangunan Infrastruktur.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Keseimbangan PDB dan Tingkat Harga dalam Jangka Pendek
Pengaruh peningkatan belanja pemerintah terhadap PDB riil dan
tingkat harga. Grafik 14.3 (a) menggambarakan perekonomian, permintaan agregat
adalah AD0 dan kurva penawaran agregat jangka pendek adalah SAS.
Keseimbangan berada pada titik a, dimana permintaan agregat dan kurva penawaran
agregat jangka pendek berpotongan, tingkat harga adalah 130 dan PDB riil adalah
$6 triliun.
Peningkatan $0.5 triliun pada belanja pemerintah menggeser kurva
permintaan agregat ke kanan dan AD0 ke AD1. Sementara
ringkat harga mengalami kekakuan atau rigiditas (sticky) pada nilai 130, perekonomian bergerak menuju titik b dan
PDB riil meningkat menuju $8 triliun, tetapi selama proses penyesuaian ingkat
harga tidak konstan namun secara perlahan meningkat dan perekonomian bergerak
sepanjang kurva penawaran agregat jangka pendek menuju titik potong dari kurva
penawaran agregat jangka pendek dengan kurva permintaan agregat yang baru.
Tingkat harga meningkat menjadi 145 dan PDB riil meningkat menjadi $7,6
triliun.
Pada saat kita memasukkan dampak tingkat harga ke dalam
perhitungan, peningkatan pada belanja pemerintah tetap mempunyai dampak
beruntun (multiplier) pada PDB riil, tetapi dampaknya lebih kecil dibandingkan
dengan keadaan dimana tingkat harga konstan. Semakin curam kemiringan dari
kurva penawaran jangka pendek, semakin besar peningkatan tingakt harga, semakin
kecil peningkatan PDB riil dan semakin kecil efek beruntun (multiplier) dari
belanja pemerintah.
Dalam jangka panjang PDB riil sama dengan PDB potensial,
perekonomian berada pada keseimbangan kesempatan kerja penuh. Sewaktu PDB riil
sama dengan PDB potensial, peningkatan pada permintaan agregat mempunyai dampak
yang sama seperti yang telah kita bicarakan diatas, tetapi pengaruh jangka
panjangnya berbeda.
B. Ekspansi Fiskal dan PDB Potensial.
Misalnya PDB riil sama dengan PDB potensialnya yang berarti bahwa
pengangguran sama dengan tingkat alaminya. Misalnya juga tingakat pengangguran
dan tingkat alaminya tinggi dan misalnya pemerintah salah memperkirakan bahwa
pengangguran berada diatas tingkat alaminya dam mencoba untuk mengurangi
pengangguran dan meningkatkan belanjanya.
Kurva dibawah menunjukan dampak dari kebijakan fiskal yang
ekspansif pada saat PDB riil sama dengan PDB potensial. Dalam contoh ini, PDB
potensial $6 triliun. Permintaan agregat meningkat (AD0 ke AD 1),
titik keseimbangan jangka pendek, titik c, adalah keseimbangan diatas
kesempatan kerja penuh, dengan menggunakan tenaga kerja secara penuh dan adanya
kekurangan tenaga kerja, tingkat upah mulai meningkat. Tingkat upah yang lebih
tinggi meningkatkan biaya dan mengurangi penawaran agregat jangka pendek. Kurva
SAS mulai bergeser ke kiri (SAS0 da SAS1). Perekonomian
menggerakkan kurva permintaan agregat AD1 menuju titik a’.
Dampak Jangka Pendek

Dampak Jangka Panjang
Akhirnya, pada saat seluruh penyesuaian terhadap tingkat upah dan
tingkat harga telah dibuat, tingkat harga menjadi 170, dan PDB riil sekali lagi
berada pada atau sama dengan PDB potensial $6 triliun. Efek penurunan sementara
pada tingkat pengangguran selama proses ini tidak permanen.
C. Fungsi Investasi.
Tidak seperti tabungan dan konsumsi, investasi merupakan sebuah
bisnis yang tidak dapat diprediksi dan berisiko, karena investasi tidak harus
mengikuti pergerakan yang sama dengan produk nasional bruto (GNP) beda halnya
dengan pengeluaran konsumsi yang dapat mempengaruhi nilai produk nasional bruto
(GNP). Investasi merupakan aktivitas tersendiri dari sektor swasta dan sektor
pemerintah.
Peristiwa dimana investasi tidak sejalan dengan laju pertumbuhan
produk nasional bruto ditemukan pada saat terjadinya resesi dalam siklus
ekonomi juga dalam perekonomian yang sedang mengalami inflasi. Jika nilai
produk bruto tetap tinggi dan tingkat suku bunga juga tinggi keadaan ini dapat
mengurangi investasi.
Dengan mengkombinasikan semua faktor diatas yang mempengaruhi
permintaan investasi, kita dapat menghasilkan fungsi investasi dalam formasi :
I = I
(i,r,Q,T)
dengan, dI/di
< 0 ; dI/dQ ≥ 0 ; dI/dT > 0;
dimana, I = tingkat investasi
i = tingkat suku bunga
r = tingkat pengembalian
sebagai indicator dari keuntungan
Q = produk nasional bruto (GNP)
T = perubahan teknologi yang mempengaruhi
permintaan investasi
Keberadaan i menyebabkan ketidakpastian dalam semua variabel, dalam
fungsi diatas r mempunyai sifat acak dalam keberadaan i karena ketidakpastian
yang disebabkan oleh harapan-harapan investor. Karenanya, Q tidak dapat
meningkat selama masih terdapat kelambatan (lag) pada harapan-harapan investor.
Juga karena penginvestasi kembali dari peningkatan Q tidak dapat
direalisasikan, maka T mengalami kelambatan (lag) dan efek beruntun antara
ketidakpastian yang disebabkan oleh i dan iklim ekonomi keseluruhan akan
terbentuk.
Masuknya variabel i ke dalam fungsi investasi didasarkan pada
asumsi bahwa pengusaha meminjami kredit dari bank untuk melakukan investasi.
Itu sebabnya pengusaha akan membandingkan apakah return r dari bisnisnya lebih
tinggi dari tingkat bunga i. bila r>i, maka ia akan melakukan investasi.
Sebaliknya bila r<i, ia tidak akan melakukan investasi. Asumsi ini dapat
dengan mudah kita ganti karena pada kenyataannya ada sumber dana lain untuk
melakukan investasi. Bahkan kalaupun dengan sumber dana bank, saat ini ada
perbankan syariah yang tidak menggunakan sistem bunga.
Dalam hal pengusaha menggunakan sumber dana dari perbankan syariah,
maka yang perlu diubah hanyalah variabel suku bunga i, sedangkan variabel r
tetap dapat digunakan karena merupakan profit dari usaha. Dalam perbankan
syariah, variabel i dapat diganti dengan :
1.
Tingkat marjin
m bila skim pembiayaannya tergolong NCC (Natural Certainty Contracts), atau
2.
Ekivalen rate
dari bagi hasil er bila skim pembiayaannnya tergolong NUC (Natural Uncertainty
Contracts).
Dengan
demikian, untuk NCC kita dapat menghasilkan fungsi investasi dalam formasi :
I = I (m, r, Q, T)
dengan, dI/dm < 0; dI/dQ ³ 0; dI/dT > 0;
Untuk
NUC, kita dapat menghasilkan fungsi investasi dalam formasi :
I = I (er, r, Q, T)
dengan, dI/der < 0; dI/dQ ³ 0; dI/dT > 0;
Dengan
demikian, secara makro, kita dapat menghasilkan fungsi investasi dalam formasi
:
I = I (er, m,
r, Q, T)
dengan, dI/di < 0; dI/dQ ³ 0; dI/dT > 0;
D. Pembangunan Infrastruktur
Infrastruktur merupakan hal yang sangat penting dan mendapat
perhatian yang besar. Pada zaman Rasulullah SAW, beliau membangun infrastruktur
berupa : sumur umum, pos, jalan raya, dan pasar. Pembangunan infrastruktur ini
dilanjutkan oleh Khalifah Umar ibn Khattab r.a. dimana beliau mendirikan dua
kota dagang besar yaitu Basrah (sebagai pintu masuk perdagangan dengan Romawi)
dan Kuffah (sebagai pintu masuk perdagangan dengan Persia).
Khalifah Umar ibn Khattab r.a. juga membangun kanal dari Fustat ke
Laut Merah, sehingga orang yang membawa gandum ke Kairo tidak perlu lagi naik
onta karena mereka bisa menyeberang dari Sinai langsung menuju Laut Merah. Umar
ibn Khattab r.a. juga mengintruksikan kepada gubernurnya di Mesir untuk
membelanjakan minimal 1/3 dari pengeluaran untuk infrastruktur. Pda zaman
pemerintahan islam tersebut tidak ada masalah bagi orang-orang non-muslim untuk
ikut dalam pembanunan Negara islam.
Apabila kita menggunakan teori Irving Fisher : MV=PT, maka apa yang
dilakukan Rasulullah SAW, dalam membangun infrastruktur adalah untuk melepaskan
T dari tingkat full capacity, sehingga dalam pertumbuhan ekonomi ini tidak
terjadi inflasi. Melepaskan T dari kondisi full capacity adalag sangat penting
agar P tidak perlu naik atau mengalami adjustement. Apabila T dalam kondisi
full capacity, dengan naiknya M, maka P akan naik, dan sekuruh kenaikan M
sepenuhnya diakomodasikan oleh kenaikan P (inflasi).
Keadaan ini dikenal dengan nama “stagflai” atau
stagnation-inflation dimana kenaikan AD hanya akan mengakibatkan kenaikan
tingkathrga (P) dan tidak pendapatan nasional (Y) karena perekonomian sudah
mencapai kondisi full capacity/full employment. Pemerintah harus membelanjakan
anggarannya untuk investasi infrastruktur public dan menciptakan kondisi yang
kondusif agar masyarakat mau berinvestasi untuk hal-hal yang produktif,
sehingga Penawaran Agregat (AS) akan bergeser (ekspansi). Kenaikan AS dari AS1
ke AS2 akan menyebabkan Y naik dari Yf ke
Y3 tetapi P turun dari P4 ke P5.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pertumbuhan ekonomi membutuhkan lingkungan politis yang dapat
menciptakan insentif untuk investasi, sistem hukum yang melindungi hak-hak
milik, dan pengambilan alih hasil-hasil dari investasi mereka. Keputusan
politis dapat mempengaruhi insentif untuk berinvestasi dan produktifitas dari
investasi-investasi tersebut, termasuk peraturan-peraturan seperti pada perdagangan
surat berharga, dan ketenagakerjaan.
Pertumbuhan ekonomi juga membutuhkan investasi untuk infrastruktur.
Infrastruktur adalah seluruh jenis modal yang bukan dimiliki oleh perusahaan
bisnis perorangan yang membuat produksi perusahaan lebih efisien.
DAFTAR PUSTAKA
Adiwarman A. Karim.2015. EKONOMI MAKRO ISLAMI.Jakarta:Rajawali
Pers.
Komentar
Posting Komentar